Berfikir besar dan mulai dari hal-hal yang ke kecil
CHIEF Executive Officer Crown Group Iwan Sunito
punya kegemaran menulis. Tulisan laki-laki
yang dibesarkan di Pangkalan Bun, ibu kota Kabupaten Kota Waringin
Barat, Kalimantan Tengah tersebut disajikan dengan cara bertutur.
PERTANYAAN yang sering ditanyakan oleh teman-teman
saya adalah apa yang membuat anda bisa keluar dari keterbatasan masa
lalu anda dan bisa membangun bisnis di tempat asing yang tidak banyak
orang asia bisa menerobos hingga ke papan atas.Menurut saya ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai alasan mendasar untuk perubahan hidup saya.
Think Big and Start Small (pikirkan yang besar & mulai dari hal kecil). Berani untuk berpikir dan mempunyai visi yang besar, tapi mulailah di level yang masih di batas kemampuan anda. Banyak orang tidak memaksimalkan potensi hidup mereka hanya karena mereka mempunyai ekpestasi yang kecil.
Ada satu pepatah Raja Salomo yang berkata "As a man thinks in his heart, so is he" yang artinya kita akan menjadi sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Ini berbicara tentang jika kita percaya akan hal yang besar, maka hal yang besar akan terjadi.
Sebaliknya, sewaktu kita percaya pada hal yang kecil, maka hal yang kecil akan terjadi dalam kehidupan kita.
Berkaca dari pengalaman saya di Indonesia, setiap tahun saya percaya dengan nilai yang cukup hanya 6. Hasilnya adalah nilai saya setiap tahun hanya berkisar sekitar 6 dan itupun sering kali hanya karena dinaikkan oleh guru yang merasa kasihan dan lalu menaikkan nilai saya dari hampir tidak lulus menjadi 6. Saya suka bercanda sama teman teman, kalau orang lain lulus, saya lolos. Ha ha...
Sewaktu saya memulai dan merintis bisnis di Sydney, saya mempunyai satu tekad bahwa saya juga pasti bisa mengerjakan hal yang besar.
Hidup saya adalah cerita tentang seseorang yang dirubah hanya karena pada suatu saat saya berani bermimpi bahwa saya dapat mencapai keberhasilan yang besar. Impian inilah yang membuat saya belajar untuk fokus dan tidak pernah berhenti untuk mencoba di tengah-tengah tantangan yang besar sewaktu berbisnis.
Saya bersyukur kepada Tuhan kalau sampai hari ini kami dapat melihat hal yang jauh melebihi pikiran kami pada saat kami memulai bisnis kami.
Tapi penting sekali kalau kita memulai segala sesuatu dari kecil dulu dan dari tingkat atau skala yang kita mampu kerjakan. Kalau kita memulai dengan skala yang kita mampu kerjakan, kita bisa membangun kekuatan tim dan sistim dan kalaupun ada kesalahan selama membangun bisnis itu, kita masih bisa menanggungnya.
Belajar keluar dari zona nyaman pergaulan. Salah satu yang saya pelajari sewaktu berada di Sydney adalah pentingnya belajar untuk keluar dari zona nyaman pergaulan kita.
Australia adalah negara yang sangat multikultural dan memiliki toleransi yang tinggi kepada para pendatang. Kendala dalam bergaul dengan masyarakat Australia biasanya terjadi karena kita yang datangnya dari Indonesia tidak mengerti tentang budaya, hobi dan gaya pembicaraan mereka sehari-hari.
Bergaul dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda dapat memperkaya wawasan kita. Seringkali orang-orang Indonesia maupun Asia terjebak dalam komunitas kita yang relatif kecil di luar negeri dibandingkan orang lokal. Hal ini membuat kita mempunyai persepsi yang salah bahwa Australia adalah negara yang kecil jumlah penduduknya dan tidak mempunyai potensi yang besar.
Kenyataannya adalah negara Australia mempunyai 'GDP' sebesar AU$1 triliun dan bank ke-10 terbesar di dunia adalah bank 'Australia Commonwealth Bank' dengan harga pasar melebihi AUS $100 billion di awal 2013.
Dari waktu saya sekolah di sekolah menengah atas di Sydney, saya telah memilih untuk berteman dengan teman-teman dari berbagai bangsa. Pergaulan multikultural inilah yang telah memperkaya pandangan hidup saya.
Setelah saya mulai berbisnis, pergaulan itu semakin meluas dari masyarakat biasa sampai ke orang-orang di pemerintahan. Hal inilah yang banyak membantu saya sewaktu masih sekolah, dan juga sewaktu berbisnis untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam dan luas tentang potensi bisnis di Australia.
Sumber:
(tribunnews/domu d ambarita)
Om Bob Sadino
Bob Sadino lelaki kelahiran Lampung 9 maret
1933. Ia merupakan seorang wirausahawan yang mengawali usahanya dari bawah, ia
bukanlah berasal dari keluarga berada dan bukan berasal dari keluarga seorang
wirausaha. Walau dulunya ia adalah mantan karyawan Unilever dan sopir taxi.
Namun sekarang dia menjadi pemilik tunggal sebuah Supermarket (Kem Chicks).
Setelah 9 tahun ia merantau di Belanda,
Amsterdam, dan Hamburg, Jerman, akhirnya ia rindu kampung halamannya di Lampung.
Bob Sadino membawa pulang istrinya dan kehidupannya menjadi serba kekurangan
saat berada di kampungnya. Padahal sebelumnya mereka hidup serba kecukupan
dengan gaji yang cukup besar.
Di tanah air ia mempunyai tekad tidak lagi
ingin jadi karyawan. Berbagai pekerjaan ia lakukan demi menghidupi keluarganya,
ia juga pernah jadi kuli bangunan yang upah per harinya Rp 100.
Suatu ketika teman Bob memberi saran agar ia
memelihara ayam untuk menghilangkan pikiran yang membebani hidupnya. Ia pun
tertarik, dan memulai usaha berternak ayam. Dari situ ia medapat ilham bahwa
ayam saja dapat berjuang untuk hidup kenapa manusia tidak.
Dalam setengah tahun ia telah memiliki
pelanggan yang banyak. Selain itu Bob dan istrinya mahir berbahasa Inggris
sehingga pelanggan mereka kebanyakan orang asing yang banyak yang bertempat
tinggal di Kemang, Jakarta.
Sering sekali Bob dan istrinya ini
dimaki para pelanggan bahkan pembantu orang asing pun. Mereka akhirnya
menyadari kesalahannya dan meningkatkan mutu pelayanannya dan perubahan Bob
berubah dari seorang feodal menjadi pelayan.
Lama kelamaan ia menjadi pemilik tunggal
supermarket Kem Chicks, dan ia pun selalu menunjukkan penampilan yang
sederhana, yaitu dengan memakai celana pendek dan kemeja yang berlengan pendek.
Kesuksesan itu diraihnya dan memulai
mengembangkan agribisnis terutama pada tanaman holtikutura. Untuk membantu
kelangsungan bisnisnya ia berkejasama dengan beberapa petani yang tersebar di
beberapa daerah.
Dia yakin bahwa kegagalan demi kegagalan
merupakan awal dari keberhasilan. Menurutnya uang bukanlah hal yang utama, yang
terpenting komitmen,kemauan,menangkap peluang dan mencarinya.
Bob merupakan orang yang luwes, selalu
bersedia mendengarkan keluhan dan saran para pelanggannya. Dengan cara itu ia
meraih simpati dari pelanggannya.
Mulanya ia selalu menghadapi kegagalan dan
menghilangkan depresi pada Bob, ia mendapat ayam sejumlah 50 ekor pemberian Sri
Mulyono Herlambang, kenalannya.
Dari sinilah usahanya berkembang, mulai ia
menjadi pemilik tunggal Kem Chiks lalu merambah menjadi pengusaha sayur yang
bersimstem hidroponik. Lalu ada Kem Food , yaitu sebuah pabrik pengolah
daging yang berada di Pulogadung dan usaha lain miliknya yang tersebar di
beberapa daerah.
Perjalanan hidup yang dijalani Bob sadino
tidaklah terus berjalan lancar, pasti rintangan yang berat pernah dihapinya
juga. Namun demikian tekad dan semangat juangnya tak pernah padam hingga dia
menjadi sukses seperti sekarang ini.
Soichiro Honda
Honda
menghabiskan masa kecilnya membantu ayahnya dalam bisnis reparasi sepeda. Pada
saat 15 tahun, tanpa pendidikan formal, Honda pindah ke Tokyo untuk mencari kerja.
Dia bekerja magang di sebuah bengkel pada 1922, dan setelah mempertimbangkan
pekerjaannya, ia tetap bekerja di sana selama enam tahun lagi sebelum kembali
ke kampung halamannya untuk memulai usaha reparasi mobilnya pada 1928 dalam
usia 22 tahun.
Honda
menyukai balapan otomotif dan menciptakan rekor kecepatan pada 1936. Dia kemudian
mengalami cedera dalam sebuah kecelakaan yang parah - tulangnya patah termasuk
di kedua pergelangan tangannya - dan berhasil dibujuk istrinya untuk berhenti
membalap. Honda lalu berkonsentrasi pada usahanya, dan pada 1937 dia pindah ke
pembuatan cincin-piston dengan mendirikan Industri Berat Tokai Seiki (IBTS,Tokai
Seiki Heavy Industry). Pada 1948 dia menjual IBTS kepada Toyota seharga
450.000 yen (kira-kira sama dengan 1 juta dolar AS jika diukur pada tahun
2003).
Pada 1948
Honda memulai produksi sepeda motor sebagai presiden Honda
Corporation. Honda mengubah perusahaan tersebut menjadi sebuah
perusahaan multinasional berharga milyaran yang memproduksi sepeda motor
terlaris di dunia.
Honda
tetap menjabat presiden perusahaan hingga dia pensiun pada 1973, kemudian tinggal
sebagai direktur dan diangkat sebagai "penasehat tertinggi" pada 1983. Setelah pensiun
Honda menyibukkan dirinya dengan pekerjaan yang berhubungan dengan Yayasan
Honda. Dia meninggal pada 1991 karena gagal lever.
Perjalanan hidup dan kariernya
Soichiro
Honda lahir sebagai anak pertama seorang pandai besi bernama Gihei Honda, pada
1906 di sebuah desa kecil bernama Komyo (sekarang bernama Tenryu), Jepang. Ia
tidak mengenyam pendidikan formal memadai dan tidak cemerlang di sekolah. Namun
memiliki semangat dan cita-cita yang sangat tinggi.
Berbagai
literatur menyebutkan bahwa awal ketertarikannya pada dunia diawali pada usia
yang sangat muda. Pada tahun 1922 dia bekerja pada bengkel Art Shokai, tidak
meneruskan keahlian ayahnya sebagai seorang pandai besi. Pekerjaannya tidak
langsung berhubungan dengan mesin seperti yang dia inginkan namun sebagai
seorang tenaga cleaning service sambil mengasuh bayi dari pemilik
bengkel, sampai pemilik bengkel menemukan bakat Honda yang sesungguhnya. Enam
tahun kemudian dia dipercaya membuka bengkel cabang Art Shokai di Hamamatsu. bengkel itulah
yang membuka jalan selanjutnya.
Awalnya,
dia merasa bahwa bengkel miliknya adalah yang satu-satunya di kota itu, namun
tak lama kemudian dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dia tidak sendirian.
Segera muncul pesaing-pesaing baru namun ia memiliki 2 langkah untuk
memenangkan persaingan. Pertama ia menerima perbaikan yang ditolak sebelumnya
oleh bengkel lainnya dan kedua adalah bekerja secepat mungkin sehingga
pelanggan tidak butuh waktu lama untuk menunggu.
Namun
Soichiro bukan tipe yang puas dengan satu keberhasilan. Dia banyak menginginkan
gagasan yang perlu diwujudkan. Contohnya ide membuat velg dengan jari-jari
logam menggantikan jari-jari kayu. Obsesinya membuat ring piston yang saat itu
masih sulit untuk didapat. Masa itu, buatan luar negeri jarang yang sempurna
dan sukar dibuat. Ring piston itulah yang membuat dirinya kembali ke sekolah
pada usia 28 tahun setelah bergulat dengan berbagai macam percobaan, ring
piston yang dibuatnya tidak sesuai harapannya. Butuh tiga tahun untuk
mewujudkan proyek ring piston ini. Namun pada masa perang dunia akhirnya
menjadi penyuplai industri militer.
Setelah
perang usai, ia muncul ide memasang mesin pada sepeda yang
merupakan cikal bakal sepeda motor di kemudian hari. Awalnya ia memanfaatkan
mesin-mesin bekas perang. Sewaktu buatannya dijual, respon masyarakat luar
biasa. Dagangannya cepat laku hingga mendorongnya untuk membuat sepeda motor.
Meski
sepeda motornya sukses, Honda ternyata terbentur masalah finansial bahkan
terancam bangkrut. Ia memang seorang penemu dan mekanik yang hebat namun tidak
pandai mengelola keuangan. Inilah yang kemudian mempertemukan dengan Takeo Fujisawa.
Di mata karyawannya, Soichiro terkenal keras,
bahkan tak jarang dia "main tangan" dalam arti yang
sesungguhnya. Bekerja dengan Soichiro berarti ada dua pilihan: pindah ke
perusahaan lain atau belajar dengannya. Selain mencintai dunia permesinan,
Soichiro sendiri tergila-gila dalam dunia balap. Itu pula yang kemudian menjadi
kunci suksesnya. Dari arena balap, dia mendapatkan masukan berharga bagi
pengembangan produknya. Bahkan ketika baru memasuki dunia pembuatan mobil pada tahun 1962,
hanya 2 tahun sesudahnya, ia langsung merealisasikan idamannya, terjun di arena
Formula 1.
Sedangkan di kancah produksi massal, Honda menelurkan produk yang sangat
disukai pasar, hemat bahan bakar dan berkecepatan tinggi, yang menjadi trade
mark Honda hingga sekarang. Ketika ia pensiun pada 1973, ia menyerahkan
pimpinannya pada Kiyoshi Kawashima. Soichiro meninggal pada tahun 1991 di usia
84 akibat penyakit liver. Meninggalkan istrinya, Sachi dan seorang anak laki-laki
serta dua anak perempua